Saturday, January 14, 2012

PMTCT (prevention of mother-to-child transmission)

Latar belakang

Sering ada kesan bahwa sebagian besar anak yang dilahirkan oleh ibu yang HIV-positif akan terinfeksi. Seperti dijelaskan pada gambar berikut, sebenarnya 60?75 persen anak tersebut tidak terinfeksi, walaupun tidak ada intervensi apa pun. Rata-rata 30 persen terinfeksi, dengan 5 persen dalam kandungan, 15 persen waktu lahir dan 10 persen dari ASI. Dari angka ini, kita dapat mulai lihat intervensi yang mungkin dapat mengurangi jumlah anak yang tertular – intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission). Adalah penting kita – dan masyarakat umum – mengetahui bahwa dalam keadaan terburuk, paling 40 persen bayi terinfeksi.



Faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu-ke-bayi

Risiko penularan dari ibu-ke-bayi adalah lebih tinggi bila:
viral load perempuan di atas 1000;
ada infeksi plasenta – tampaknya malaria dapat mempengaruhi ini;
perempuan terinfeksi suatu IMS; dan bila gizi perempuan kurang.

Risiko juga ditingkatkan oleh intervensi yang keras waktu lahir (seperti membantu persalinan dengan cara menyedot kepala bayi), dan bila si ibu menyusui bayi sekaligus memberi pengganti ASI.

PMTCT – umum

Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-ngatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.

Mengapa? Kita sering salah ngomong bahwa salah satu cairan tubuh manusia yang mengandung HIV adalah ‘carian sperma’. Ini SALAH! Yang mengandung virud pada laki-laki yang HIV-positif adalah air mani, BUKAN sperma. Hal ini ibarat ikan dalam air laut: airnya mengandung virus, bukan ikan. Sperma tidak mengandung virus, dan oleh karena itu, telur si ibu TIDAK dapat ditularkan oleh sperma!

Jelas, bila si perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya buat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bial perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi si laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.

Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8 persen.

...agar ibu tidak tertular...

Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.

...dan cegah kehamilan yang tidak diinginkan

Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai ART harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.

PMTCT dengan ART penuh

Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai ART penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. ART dapat diberikan walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan.

Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.

Namun ada sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya diberikan pada perempuan. Perempuan hamil tidak boleh diberikan efavoirenz, terutama pada triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah dengan pemberian nevirapine pada perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek samping ruam dan hepatotoksisitas (keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh perempuan dengan di atas 250. Jadi dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya pada beberapa minggu pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4 di atas 250.

PMTCT – mulai dini

Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil tidak boleh memakai efavirenz, tetapi mungkin nevirapine menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB, diusulkan dihindari nevirapine, walaupun boleh tetap dipakai NNRTI ini bila tidak ada pilihan lain. Dan apa dampak bila ART diberikan pada perempuan tetapi tidak pada suami yang terinfeksi juga? Apakah si perempuan akan kasih obatnya pada suami, atau lebih buruk lagi, obatnya dibagi dengan dia?

Bila menghadapi beberapa masalah ini, atau si perempuan tetap tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART penuh, sebaiknya dia ditawarkan protokol yang berikut:
     Ibu:    AZT pada ibu dari minggu 28
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari   
     Bayi:    NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 7 hari   

AZT dan 3TC diteruskan setelah melahirkan untuk mencegah timbulnya resistansi pada nevirapine, karena walaupun hanya satu pil diberikan waktu persalinan, tingkat nevirapine dapat tetap tinggi dalam darah untuk beberapa hari, jadi serupa dengan monoterapi dengan nevirapine. Hal yang serupa pada bayi dicegah dengan pemberian AZT setelah dosis tunggal nevirapine.

Sekali lagi, protokol ini membutuhkan diagnosis dan perawatan agak dini, dan obat harus tersedia. Bila ibu diberikan AZT untuk kurang dari empat minggu sebelum melahirkan, AZT pada bayi sebaiknya diteruskan selama empat minggu, bukan tujuh hari.

PMTCT – mulai lambat

Bila baru dapat mulai pengobatan waktu persalinan, protokol yang dapat dipakai seperti berikut:
     Ibu:    NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari   
     Bayi:    NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 4 minggu   

Makanan bayi

Kurang lebih 10% bayi terinfeksi melalui menyusui. Jelas cara terbaik untuk mencegah ini adalah dengan menghindari menyusui. Soalnya, ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Sebaliknya, bila diberi pengganti ASI (PASI) dengan cara yang tidak aman dan tidak terus-menerus, dampak pada bayi dapat lebih bahaya lagi. Lagi pula, mungkin akan muncul pertanyaan mengapa si ibu tidak menyusui. Hal ini mungkin mendesak agar bayinya disusui.

Dalam keadaan ini, sebaiknya masa menyusui sesingkat mungkin, yaitu 4-6 bulan, tanpa diberi makanan lain (disebut sebagai menyusui eksklusif). Setelah itu, ibu sebaiknya secepatnya berhenti menyusui total, dan bayi diberi 100 persen makanan lain yang aman dan cukup. Keputusan apa saja mengenai masalah ini sebaiknya diambil oleh ibu dan ayah bersama, mungkin difasilitasikan oleh seorang konselor yang berpengalaman dengan masalah ini.

Advokasi

Saat ini di Indonesia, jarang kita dapat bertemu dengan dokter kandungan atau dokter anak yang berpengetahuan mengenai HIV, masalah perempuan dengan HIV, dan bagaimana mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Dengan semakin banyak perempuan terinfeksi HIV, sudah waktunya setiap Pokja AIDS di rumah sakit rujukan AIDS melibatkan dokter kandungan dan dokter anak. Sudah ada di rumah sakit kita?

No comments:

Post a Comment